Kesaksian Perwira Belanda Pangeran Diponegoro Sakti Dan Kebal Peluru

Siapa yang tidak kenal Pangeran Diponegoro? Ia adalah pahlawan nasional yang gagah berani untuk mengusir penjajah Belanda. Walau kita mengaku tahu sejarah mengenai beliau, namun ternyata banyak fakta hidupnya yang tidak diketahui oleh banyak orang.

 

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai sosok yang keras dan mbalelo terhadap Keraton. Oleh pengikutnya, ia ditakuti karena suka menjatuhkan kutuk kepada siapapun yang ingkar janji dan mengkhianati dia. Karena ia memiliki kekuatan spiritual akibat penguasaan agama dan suka bertapa, maka orang sekelilingnya menganggap barang-barang pribadi dia seperti tongkat memiliki kekuatan. Saat di pengasingan, sisa makanannya dianggap dapat menyembuhkan penyakit.

 

Dalam peperangan ia diyakini kebal peluru. Residen Pietermaart memperhatikan waktu Diponegoro duduk bertelanjang dada di pekarangan Benteng Amsterdam. Ia melihat bahwa tak ada bekas luka tembak di badan Diponegoro padahal saat bertempur dalam perang melawan sang Pangeran, ia melihat sang pangeran tertembak di dada kiri dan lengan kanannya oleh peluru yang ia tembakkan.

 

Dalam banyak pertempuran pun berkali-kali Pangeran mampu lolos walaupun ia sudah terkepung. Terkait "kesaktiannya" memunculkan banyak dugaan. Tapi Diponegoro nampaknya ingin menegaskan kepada istrinya bahwa ia tidak pernah menyeleweng sebab masyarakat Jawa percaya bahwa ilmu kekebalan seseorang akan hilang apabila orang tersebut menyeleweng.

 

Walau suka mengutuk, disegani dan ditakuti, sesungguhnya Diponegoro adalah orang yang baik hati. Saat di pengasingan, ia tidak segan mengkritik seorang perwira Belanda ketika hendak menjatuhi hukuman kepada seorang opsir. "Di Yogya, aku dan ayahku selalu berpegang pada aturan bahwa seseorang tidak boleh diadili kalau kejahatannya belum terbukti".

 

Karena rajin berpuasa dan bertapa di tempat-tempat terpencil, spiritualitasnya amat tinggi. Ia mengatakan dalam Babad Dipanegara bahwa ia pernah 2 kali bertemu dengan Ratu Kidul. Pertama saat bertapa di Pantai Selatan, tepatnya di Goa Langse, dan yaang kedua saat ia berkemah di Sungai Progo.

 

Pantas saja karena kebal peluru, Belanda hanya berhasil menangkapnya melalui perundingan yang penuh tipu daya. Pangeran memilih menyerah saat ditangkap hanya demi melindungi nyawa para pengikutnya yang menunggu di luar.

(Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855)