Siapa sih yang tidak ingin seperti Donald Trump, Aburizal Bakrie, atau Paman Gober? #eh. Selama ini, mereka dikenal sebagai jajaran orang-orang yang sukses dan kaya. Jaringan bisnis mereka begitu banyak dan tersebar di seluruh negeri. Fasilitas mewah juga tak jadi soal karenanya.
Tapi tahukah kamu? Meski mereka sudah kaya, lantas mereka tak serampangan dalam memandang uang. Ada hal-hal yang mereka pegang teguh agar mereka juga tetap bisa kaya hingga akhir hidupnya. Mau tahu? Poin-poin berikut menjadi rangkumannya.
1. Orang kaya selalu tahu ke mana larinya uang mereka. Sementara mereka yang biasa saja justru tak pernah tahu muaranya
Meskipun nominal uang dalam tabungan sudah bukan lagi jadi hal yang harus dikhawatirkan, orang kaya tetap berhati-hati dalam urusan pengeluaran. Mereka selalu cermat memperhitungkan berapa banyak jumlah pengeluaran serta berapa banyak uang yang harus masuk dalam rekening simpanan.
Jika kamu bertanya pada mereka berapa jumlah pengeluaran yang mereka alokasikan, serta berapa persen pendapatan yang masuk ke kantung simpanan atau investasi maka jawaban yang jelas pasti bisa kamu temui. Berbeda dengan mereka yang hanya akan berhenti pada level "biasa-biasa saja", jangankan tahu presentase simpanan dan pengeluaran. Uangnya habis ke mana saja gagal terlacak.
2. Mereka yang selamanya akan di level "biasa saja" memandang hutang sebagai hal yang lumrah. Bagi orang kaya hutang justru membuat gerah
Buat orang kaya, hutang seperti hantu. Bahkan lebih seram dari hantu: MANTAN PACAR! Sebagaimana mantan pacar pada umumnya, orang kaya tidak akan mau dibayang-bayangi oleh kenangan-kenangan buruk akan masa lalu. Meski pada faktanya, ada juga hal-hal indahnya.
Hutang bagi mereka yang punya apa yang dibutuhkan untuk menjadi kaya hanya akan dilakukan dalam kondisi tertentu. Demi mengembangkan usaha atau demi pengembangan diri jangka panjang, contohnya. Mereka tidak akan pernah berhutang hanya untuk kebutuhan konsumtif macam membeli gawai terbaru atau belanja impulsif saat musim sale.
Sementara mereka yang biasa saja justru memandang hutang sebagai sesuatu yang wajar dilakoni. Mereka tidak cukup kritis memperhitungkan bagaimana hutang bisa membawa konsekuensi panjang bagi kehidupan fiannsialnya. Asal ada aliran uang segar masuk ke rekening kemudian habis perkara. Mereka memilih menutup mata pada risiko tingginya bunga dan mencekiknya cicilan yang harus dibayar nantinya.
3. Masa depan finansial dipersiapkan jauh-jauh hari oleh mereka yang kaya. Di lain sisi mereka yang biasa saja justru hidup selow sembari bilang, "Ah, jalani saja…"
"Dek, jangan buang-buang yang gak perlu ya! Gak usah belanja yang mahal-mahal. Mending uangnya kamu tabung buat nanti beli rumah."
Pernah menerima nasehat serupa dari orang tuamu? Pada faktanya, nasehat dari orang tuamu itu bukanlah isapan jempol belaka. Orang kaya dan sukses pun melakukan itu. Mereka memiliki rumah mewah, mobil, dan tas berharga milyaran karena telah melalui proses prihatin di masa muda.
Bagi mereka yang kaya segala yang dimiliki adalah hasil kerja keras dan perencanaan yang sudah dilakukan jauh-jauh hari. Tidak ada hal yang bisa muncul tanpa melewati pengorbanan yang meninggalkan perih di hati. Mereka rela menunggu lebih lama untuk bisa tampak semapan kawan-kawan seangkatan, bujet membeli gawai terbaru dan mobil mentereng direlakan untuk menambah modal usaha.
Berbeda dengan mereka yang biasa saja. Boro-boro mempersiapkan masa depan dari jauh-jauh hari. Bagi mereka hidup hanyalah soal mencukupi kebutuhan hari ini dan bersenang-senang dengan apa yang dimiliki. Kalau sudah begini, masih bingung kenapa kemapanan itu tak kunjung juga mendatangi?
4. Mereka yang biasa saja akan jumawa setelah berhasil di satu bidang saja. Padahal bagi orang kaya satu keberhasilan bisa dikembangkan ke kesuksesan lainnya
Orang kaya dan sukses pada umumnya memiliki bisnis sampingan. Selain membuat saldo bank semakin banyak, kesibukan kita dalam mengurus bisnis sampingan akan menghindarkan kebiasaan suka belanja. Bukankah ini ide yang bagus?
Sementara mereka yang akan berhenti di level biasa-biasa saja justru cepat merasa bangga ketika keberhasilan di satu bidang sudah teraih tangan. Selepas sukses di satu bidang mereka akan berleha-leha, merasa sudah bisa menaklukkan dunia.
5. Mereka yang biasa saja merasa bisa mengendalikan segalanya. Sementara orang kaya justru tidak keberatan mengakui jika butuh bantuan dalam mengendalikan keuangan mereka
Ketika orang kaya sibuk menangani bisnisnya, apakah mereka sempat menilik riwayat finansialnya? Kalau tidak, siapakah yang menjadi tameng mereka dalam mengatur keuangannya?
Orang kaya tidaklah takut mempercayakan keuangannya pada orang yang bisa dipercaya. Mereka bisa saja meminta ibunya, saudaranya, atau pasangannya untuk mengatur jalannya uang yang keluar masuk. Seandainya tidak ada orang terdekat yang sanggup, mereka tidak segan-segan mencari sumber daya manusia untuk dipekerjakan. Bahkan perencana keuangan dapat mereka sambangi untuk keperluan berkonsultasi.
6. Dalam setiap pekerjaan yang dilakukan orang kaya selalu memiliki tujuan. Bagi orang yang biasa-biasa saja tujuan cukup hanya ada di awang-awang
"Sayang, nanti kalau proyek kamu sukses, uangnya mau kamu apain?"
"Uangnya mau aku pakai buat membangun rumah tangga kita, dong!"
"Terus yang buat membangun rumah kita nantinya?"
"Oh, tenang sayang! Itu aku ambil dari gaji selama jadi marketing 5 tahun."
Orang kaya membiasakan dirinya untuk tahu tujuan dari pekerjaan dan uang yang didapatkan karena kerjanya. Mereka tahu, mereka sedang bekerja untuk membiayai pernikahan. Mereka tahu, apakah mereka sedang mencicil KPR dan berusaha melunasinya. Mereka juga mampu memecah tujuannya itu ke dalam teknis yang lebih detail. Misalnya, Rp 800.000,00 untuk biaya hidup. Sisanya lagi untuk mencicil handphone canggih terkini.
7. Ketika orang kaya tahu cara menahan diri, mereka yang biasa saja justru mudah terbuai untuk menghamburkan apa yang dimiliki
"Jeng, jeng! Si A habis beli tas baru loh! Katanya brand terbaru dari Paris!"
"Ah, saya mah hemat aja deh! Lumayan kan bisa buat sekolah anak."
Orang kaya akan paham betul mana yang jadi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier mereka. Tentu saja, kebutuhan primer merupakan prioritas yang wajib didahulukan melebihi apapun. Selama kebutuhan primer masih dirasa perlu, mereka akan pikir panjang untuk membeli apa yang tidak perlu. Termasuk godaan barang-barang terkini, yang mana orang lain sudah ramai-ramai memburunya.
Pemikiran-pemikiran dari orang kaya tersebut, ada baiknya untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi buat kamu yang masih berusaha mempelajari mengatur keuangan. Siapa tahu kelak kamu akan menjadi Bob Sadino selanjutnya.
No comments:
Post a Comment