Agus Martowardoyo, Gubernur BI dalam keterangannya bergitu yakin akan fundamental ekonomi Indonesia saat ini dan salah satu indikatornya adalah dana yang masuk cukup banyak selama kurun waktu 3 bulan terakhir yang mencapai 57 triliun.
Namun perkembangan ini harus dicermati dengan baik, karena Rupiah terus mengalami pelemahan hingga ke level 13.000 dan ekspor cenderung stagnan tanpa perubahan yang berarti. Kalau dikaji dana yang masuk ini sebagian besar membeli SUN dan investasi pasar modal yang bisa digolongkan sebagai "hot money" artinya dana ini pun bisa segera keluar dari Indonesia dengan cepat apabila investor melihat keadaan yang kurang menguntungkan terjadi.
Melihat kondisi penegakan hukum dan kisruh politik yang kian tidak menentu, sangat mungkin terjadi keluarnya dana ini dalam waktu singkat dan akan terjadi beban kepada nilai tukar dengan semakin melemahnya rupiah dan secara psikologis masyarakat bisa terbawa untuk juga ikut menukar ke USD.
Jokowi harus memastikan kebijakan yang baik dengan luar negeri dan negara sahabat karena sangat mungkin mereka akan melakukan manuver di sektor kapital sebagai balasannya khususnya untuk kebijakan tanpa kompromi menghukum mati pengedar narkoba warga negara sahabat. Hal lainnya adalah semakin tidak jelasnya komitmen Jokowi untuk memerangi korupsi berdasarkan banyaknya kebijakannya yang tidak pro rakyat. Jokowi dianggap lamban dan tidak mampu memutuskan dengan cepat.
Jokowi jangan sampai berpikir kalau kebijakan luar negeri dan penegakan hukum tidak ada hubungannya dengan ekonomi dan belajar dari kesalahan rejim Soeharto atau orde baru. Hot money bisa menjadi faktor yang digunakan untuk mempengaruhi investor yang bisa ikutan terbawa ke luar dan membuat semakin beratnya nilai tukar rupiah yang pada akhirnya sangat mungkin terjadi inflasi yang besar oleh karena "cost push" sebagai akibat pelemahan nilai tukar rupaih. Ketergantungan akan impor bahan baku Indonesia masih relatif cukup tinggi.
AS
No comments:
Post a Comment