Tuan, terimakasih telah memilihku menjadi hewan peliharaanmu.

Aku tahu, aku bukan anjing mahal dengan bulu istimewa ataupun bertampang mirip serigala.

Aku juga bukan anjing dengan kepintaran yang bisa kau banggakan.

Namun, aku mencintaimu lebih dari apapun di muka bumi.

Semoga kadar cintamu kepadaku juga sama besarnya.

Tuan, masih ingatkah saat kali pertama kita bertemu? Saat itu kau hanya melihatku sebagai hewan peliharaan yang lucu, namun aku menemukan rumah di matamu

aku melihat rumah di matamu

Tuan, masih ingatkah 5 tahun lalu kali pertama kita bersua? Saat itu aku berada dalam satu kandang bersama saudara-saudaraku. Ya, sudah beberapa hari kami berada dalam kandang sempit di tengah hiruk pikuknya pasar hewan. Kala itu aku tidak begitu mengerti keadaanku, yang aku ingat, aku dan saudara-saudaraku masih bisa bermanja-manja dan tidur di sisi induk kami malam sebelumnya. Pagi harinya kami sudah membuka mata di kandang sempit di kios sederhana ini. Ah, namun aku dan saudara-saudaraku tak begitu resah, toh kami berlima saling memiliki dan kami merasa hangat di kandang mungil ini.

Aku tak tahu hari keberapa saat kau datang, yang jelas hanya tersisa aku dan dua saudaraku di dalam kandang. Saat itu siang hari dan aku sedang asyik-asyiknya tidur ketika si pemilik kios menggoyang-goyangkan kandang supaya aku segera membuka mata. Ketika aku menguap dan menggerakkan tubuh dengan malas-malasan, saat itulah mata kita saling bertatapan.

Raut mukamu berubah seketika, kau menggumamkan kata 'lucu' – jika aku tak salah menerjemahkan. Kemudian kau meminta si pemilik kios membuka kandang supaya kau bisa meraihku ke dalam gendongan. Tuan, tahukah kau, saat itu aku juga langsung jatuh hati kepadamu. Aku menemukan rumahku lewat tatapan matamu, lewat rengkuhan hangatmu. Terimakasih kau merelakan uang sakumu demi membawaku pulang.

Kala itu aku masih belum paham jika ternyata saudaraku yang tak kunjung laku terjual akan berakhir di tukang jagal.

 

 

Seiring berjalannya waktu kau sering naik pitam karena ulahku, maaf jika aku sering bertingkah menyebalkan dan tak tahu malu

aku sering membuatmu naik pitam

Aku harus berterimakasih kepadamu tuan karena memberikan kebebasan penuh selama aku berada di rumahmu. Kau tidak memasang rantai berat di sekeliling leherku seperti nasib teman-temanku. Aku pun bisa leluasa berjalan-jalan di dalam rumah karena tidak terkungkung di dalam kandang. Seiring berjalannya waktu, aku pun menginjak usia remaja. Ya, seperti manusia, aku juga menyimpan sejuta rasa ingin tahu dan ingin mencoba-coba.

Terkadang saat gigiku gatal, aku tidak bisa menahan keinginan untuk tidak menggigiti sesuatu. Yang belum aku tahu, aku lebih memilih menggigiti sepatu yang baru kau beli seminggu lalu, membuatku mendapat dua kali tepukan pedas di pantatku. Aku terkadang juga tidak bisa mengendalikan keinginan untuk mengonggong ketika ada suara deru motor di luar pagar. Membuat tidur pulasmu terganggu sehingga seringnya kau melempar sesuatu untuk membuatku diam. Atau bahkan ketika kau sedang khusyuk melahap santapanmu, aku pasti tidak memiliki rasa malu untuk mengemis makanan padamu – yang akan berakhir dengan bentakan pertanda menyuruhku pergi berlalu.

 

Tuan, terkadang saat kau sangat marah tanpa sengaja kau pernah menyakitiku. Tahukah kau tuan, aku memiliki gigi taring yang teramat tajam, namun tak pernah sekalipun terlintas di benakku untuk menghujamkannya kepadamu?

Ya, karena cintaku padamu tak memiliki batasan.

 

Aku tahu harimu sungguh teramat sibuk, namun maukah kau meluangkan sedikit waktu untuk bermain bersamaku?

maukah kau meluangkan waktu untuk bermain denganku?

Walaupun aku telah dewasa, namun aku sama seperti anjing lainnya, aku hobi menghabiskan waktu untuk bermain bersama manusia. Aku tidak tahu dimana letak kesalahanku sehingga kau tak lagi gemar meluangkan waktu untukku. Apakah karena sekarang bentukku tak lagi lucu seperti dulu? Atau karena kau sudah jemu kepadaku?

Saat kau ada di rumah, aku sangat ingin bermain lempar tangkap bola walaupun terkadang kau tanggapi dengan setengah hati. Aku juga selalu menunggu waktu jalan-jalan tiba, walaupun terkadang aku sering menelan rasa kecewa karena kau lebih memilih tiduran sambil menonton acara layar kaca.

Ah, tuan maafkan aku jika kemudian aku menggonggong tanda protes ataupun merusak mainanku tanda aku sedang jemu. Aku tidak punya teman lain untuk diajak bercanda. Energiku pun berlebih karena jarang diajak berolahraga, maafkan aku jika kemudian melakukan hal-hal yang membuatmu naik pitam.

 

Tuan, kau punya hiburan yang bisa kau temukan dimanapun, tapi aku hanya punya dirimu untuk diajak bermain dan bermanja-manja. Maukah kau meluangkan sedikit waktu berhargamu untukku?

 

Rasa khawatirku padamu sungguh tak bercela, setiap kau tak kunjung datang, aku selalu gusar dan menolak makan karena menunggumu pulang

aku selalu menunggumu pulang

Tuan, tahukah kau waktu yang paling aku benci adalah saat kau tidak ada di rumah? Ya, hatiku tidak pernah tenang ketika tidak menemukan kau di bawah pengawasanku. Aku benci ketika kau mulai mengenakan jaket dan menyandang tas ranselmu. Karena aku tahu kau pasti akan pergi ke luar rumah dan meninggalkanku.

Tiap kali kau pergi, wadah pakanku tidak akan kusentuh. Nafsu makanku mendadak lenyap seketika. Rasa khawatir sekaligus kesepian selalu bercampur menjadi satu memenuhi dadaku. Belum lagi ketika aku di rumah sendirian dan hujan turun dengan lebatnya. Jantung kecilku ini seolah-olah akan melonjak dan keluar dari tempatnya setiap kali aku mendengar gemuruh petir yang memenuhi udara. Aku hanya bisa menggelungkan badan gemetarku di bawah sofa sembari berdoa semoga kau cepat pulang.

Ketika hujan mereda, teras rumah adalah tempat favoritku untuk menunggu kedatanganmu. Aku siap menyambutmu dengan goyangan ekorku dan jilatan tanda sayang sekaligus sebagai ucapan selamat datang. Maukah kau membalas sambutanku dengan dekapan hangatmu?

Doaku tiap kali melihatmu pulang selalu sama, semoga kau tak perlu pergi lagi meninggalkan rumah dan aku.

Umurku memang tak sepanjang manusia. Tapi maukah kau berjanji — walau kelak aku sudah pergi ke nirwana, kita akan tetap jadi sahabat selamanya?

maukah kau tetap menemaniku?

Tuan, apakah kau masih ingat sewaktu kau menangis tersedu ketika hatimu patah menjadi dua? Kala itu aku menungguimu dan selalu duduk di sampingmu. Kau juga mencurahkan seluruh perasaanmu kepadaku. Walaupun aku tak mengerti bahasamu namun aku tetap rela mendengarkan ceritamu hingga tuntas, aku memahami kepedihan disetiap kata yang kau tuturkan. Bahkan, ragaku selalu ada untuk kau dekap, demi mengurangi rasa sakit hati yang sedang kau hela.

Aku juga ingat ketika kau sedang sakit demam dan tak bisa beranjak dari kasur kamar. Aku akan selalu sedia menungguimu, tidak akan meninggalkanmu barang sedetikpun. Aku ingin memastikan bahwa kau tetap baik-baik saja. Memastikan bahwa kau bisa pulih dan bisa mengajakku bersenda gurau seperti sedia kala.

Tuan, aku tahu aku memang tak lagi menggemaskan dan lucu. Tapi aku mohon jangan buang aku. Aku mencintaimu lebih dari aku mencintai ragaku sendiri. Tolong rawat aku hingga habis masaku di dunia.

Jangan singkirkan aku seperti nasib teman-teman milik tetangga sebelah. Jangan juga kau ganti aku dengan anjing baru yang lebih lucu dan menggemaskan. Jangan pula kau beranjak dari sisiku dengan alasan tak tega saat ajal menjemputku. Apalagi kau jual aku di warung sate jamu yang dengan kejinya akan membuatku bertemu dengan penciptaku.

Aku bukan mainan tuan, aku memiliki hati yang bisa merasakan rasa pedih dan raga yang bisa merasakan rasa sakit.

 

Doa yang kurapal tiap malam hanyalah semoga cintamu padaku tak ada putus-putusnya.

Usiaku memang tak sepanjang manusia.

Karena itulah semoga kau tetap merawatku hingga tubuhku renta karena termakan usia.

Semoga kau tetap ada di sisiku saat hela nafas terakhirku.

Kecup hangat dariku,

hewan berkaki empat yang mencintaimu dengan hati penuh  

sumber