Mengisi jabatan baru, Bagus merasa banyak hal harus dipelajari. Selain itu, tanggung jawab yang dipikul juga semakin berat. Dengan alasan ini, Bagus harus meluangkan waktu ekstra untuk belajar. Setiap pagi, Bagus menjadi orang pertama yang datang ke kantor dan pulang terakhir, dengan maksud lebih punya banyak waktu untuk belajar.

"Jadi, saya itu dijuluki office boy dengan gaji termahal. Biasanya kan office boy yang buka pintu kantor, lah ini saya," kelakar Bagus.

Setelah setahun lebih, rutinitas yang Bagus lakukan justru mendapat protes dari anak buahnya. Sikap rajin Bagus dianggap menjadi tekanan kerja bagi bawahannya di kantor. "Padahal, saya sama sekali tidak punya maksud begitu. Sekretaris saya saja kalau sudah sore selalu saya suruh pulang. 'Loh, Bapak kan belum pulang.' Kamu sekretaris saya apa baby sitter saya? Saya tanya balik, yang penting tugas beres, pulang cepatlah," ungkap Bagus.

Supaya tidak terkesan memberikan tekanan kepada karyawan, Bagus mulai menurunkan frekuensi rutinitasnya itu. Supaya karyawan percaya, perusahaan bahkan membuat peraturan baru. Setiap Jumat, mereka yang belum pulang lebih dari pukul 17.00 akan diwajibkan membayar denda Rp 50.000.

"Kalau Jumat, besoknya kan weekend, waktunya untuk keluarga. Kalau Jumat, mereka capek juga, keluarga mau dapet apa, sisaan doang. Prinsipnya simpel aja, Jumat malam mau kumpul dengan keluarga, dengan teman bagi yang lajang, sehingga aktivitas pada akhir pekan juga berkualitas, bernilai," cerita Bagus.

Menjadi pemimpin tertinggi di perusahaan global membuat Bagus terlihat lebih spesial. Pasalnya, sebelumnya, jabatan ini hanya diisi oleh tenaga asing. Rintangan pertama yang dihadapi Bagus ketika menjabat sebagai Managing Director Ford Motor Indonesia (FMI) adalah soal motivasi karyawan yang terpuruk. Dalam survei internal Ford, motivasi pekerja FMI periode 2009-2010 terus menukik tajam. Untuk mengatasi hal ini, Bagus berpegang pada ungkapan, "Apa yang membawa kita ke sini tidak akan bisa membawa kita ke sana (tempat lain)".

Akhirnya, Bagus mengundang Direktur HRD dan menanyakan langkah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi ini. Pihaknya menjelaskan langkah-langkah serta strategi kepada Bagus. "Lantas bedanya apa dibandingkan action kita tahun lalu? 'Sama, Pak,' Saya bilang, berarti kita tidak bisa pakai ini. Sesimpel itu. Kalau kita minum obat nggak sembuh, ya jangan minum itu terus. Ini sudah Anda lakukan tahun lalu, kok disodorkan lagi ke saya. Harus diubah, perlu plan yang bagus," celoteh Bagus.

Bagus lantas meminta HRD untuk menanyakan kepada karyawan yang tidak puas, mengetahui alasan mereka. Setelah dikumpulkan, disimpulkan, sampai menemukan beberapa poin masalah, lantas langkah baru pun disiapkan untuk memperbaiki kondisi ini, dan hal tersebut segera dijalankan.

"Saya kemudian mengumpulkan jajaran manajemen. Kita tahu masalahnya apa, bahkan sudah tahu resepnya. Kalau jadi pimpinan manajemen, 'You have to Walk the Talk, bukan Talk the Talk.' Tinggal bagaimana kita melakukannya, harus konsisten melakukan itu semua," beber Bagus.

Setelah melakukan strategi yang disiapkan, hasil positif mulai terlihat. Setahun berselang, ekspektasi karyawan FMI melesat sebagai yang tertinggi di kawasan regional Asia Pasifik, mengalahkan negara lain. Dari semula yang paling rendah, menjadi yang tertinggi.

"Kita, sebagai pimpinan senior manajemen di sini, masa tidak bisa memberikan contoh yang baik. Tanpa itu, mustahil anak buah mau mengikuti aturan," cetus Bagus.

Menjadi pemimpin, Bagus sadar kalau tugas utamanya bukan mengerjakan pekerjaan yang ada di depan mata. Tugas paling utama pemimpin adalah mencetak pemimpin. Kedua, memaksimalkan dari apa yang sudah dimiliki perusahaan karena tidak punya kemampuan untuk memilih.

"Jadi simpel saja, memimpin pasukan itu gampang. Ford ini belum jadi organisasi besar, karyawan kita paling 60-70 orang. Mereka mau diberi kesempatan memimpin juga suatu saat nanti. Jadi, kalau ada posisi kosong, pasti akan diisi orang dari dalam. Mereka jadi punya harapan. Nggak usah mikir yang macam-macam. Akan lebih fokus dan bagaimana menjaga motivasi karyawan, ini yang tetap harus dijaga," tutup Bagus.

(istimewa)