Indonesia kembali berduka, ketika Jumat, 12 Desember 2014 lalu pukul 17.00 WIB terjadi longsor di daerah Banjarnegara, Jawa Tengah.
TRIBUNJOGJA.COM, BANJARNEGARA - Sedikitnya 150 rumah di Dusun Sigemlong, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah tertimbun tanah longsor, Jumat (12/12/2014) malam.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Catur Subandrio saat dihubungi membenarkan adanya bencana itu. "Betul telah terjadi kondisi luar biasa. Satu dusun tertimpa longsor, sekitar 150 rumah tertimbun," kata dia.
Ia menjelaskan, kejadiannya sebelum Magrib, sebuah tebing longsor dan menimbun Dusun Sigemblong. "Kami masih melakukan koordinasi dengan tim yang di lokasi. Memang belum jelas, tapi kemungkinan ada korbannya," kata Catur saat sedang menuju lokasi bencana.
Kapolres Banjarnegara, AKBP Wika Hardianto saat dihubungi belum mengetahui jumlah korban. "Saya ini sedang berada di lokasi kejadian tetapi belum dapat menjangkau sampai titik longsor," katanya lewat telepon selulernya, Jumat (12/12/2014) malam.
Wika menceritakan, saat ini kondisi tanah masih labil. Belum ada tim evakuasi yang berhasil masuk lokasi longsor.
Sumber
Quote:
Udah tau belum gan gimana kronologis longsor Banjarnegara bisa terjadi?
1- Pada 10-11 Desember 2014 terjadi hujan deras di daerah Banjarnegara, sehingga terjadi longsor kecil di beberapa tempat. Beredar isu PLTA Mrica bobol karena debit Sungai Serayu besar. Salah satu sisi Bukit Telagalele terjadi longsor dan bagian bawah lereng terdapat check dam.
2- Pada 12 Desember 2014 pukul 17.00 Wib tiba-tiba terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kec. Karangkobar, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah. Saat itu hujan gerimis. Bagian dari Bukit Telagalele longsor menimbulkan bunyi gemuruh. Material longsor meluncur ke bawah berbelok ke sisi kiri karena gravitasi bumi dan mengikuti kemiringan lereng.
3- Material longsor menimbun 8 rumah kemudian meluncur melewati ruas jalan provinsi Banjarnegara-Pekalongan, hingga menimbun 35 rumah. Longsor berlangsung sekitar kurang dari 5 menit.
4- Warga di Dusun Jemblung sekitar 308 jiwa, di mana 200 jiwa berhasil menyelamatkan diri, sedangkan 108 jiwa diperkirakan tertimbun longsor.
5- Adanya informasi pada saat bersamaan longsor ada mobil dan sepeda motor yang melintas di jalan dan tersapu longsor, hingga saat ini masih dilakukan klarifikasi dan pendataan. Kepala BNPB telah meminta Bupati Banjarnegara dan Dandim Banjarnegara melakukan pengecekan warga di luar Dusun Jemblung yang hilang.
6- Dari 51 korban tewas, 43 jenasah dapat diidentifikasi dan sudah diserahkan kepada keluarga, dan 8 orang belum dapat diidentifikasi. Ada 2 jenasah yang langsung dimakamkan karena rusak kondisinya.
7- Pendataan/verifikasi pengungsi masih dilakukan saat ini. Posko melaporkan pengungsi ada 1.886 jiwa yang tersebar di 38 titik. Pengungsi ini sebagian besar bukan berasal dari Dusun Jemblong, tapi dari luar desa-desa lain yang mengungsi ke tempat saudaranya dan didata oleh petugas. Pengungsi yang sebenarnya 577 jiwa tersebar 10 titik, yaitu dari Dusun Jemblung 200 orang dan 377 jiwa dari dusun dekat lokasi kejadian.
8- Data sementara kerusakan : Rumah rusak berat/hilang tertimbun 35 unit, mesjid 1 unit hilang, sungai tertutup longsoran 1 Km, Sawah rusak 8 Ha, Kebun palawija 5 Ha, Sapi 5 ekor, kambing 30 Ekor, ayam dan Itik 500 ekor. Kerugian dan kerusakan masih dalam penilaian.
Sumber
Quote:
Jumlah korban tewas sudah mencapai 64 orang.
Sampai hari Selasa, 16 Desember 2014 kemarin, tim pencarian berhasil menemukan delapan jenazah lagi sehingga menambah jumlah korban tewas menjadi 64 orang. Hingga sore kemarin, hujan deras disekitar lokasi menghambat proses evakuasi.
Kepala Kantor SAR Semarang, Agus Haryono mengatakan pencarian para korban terpaksa dihentian lantaran hujan mengguyur wilayah ini. Dalam proses pencarian di dua titik itu, tim masih menggunaan alat manual setta dibantu sejumlah alat berat. Sedikitnya ada 15 alat berat yang digunakan yakni delapan unit escavator dan tujuh unit buldozer.
"Pencarian kami hentikan karena kendala hujan deras," ujar Agus, Selasa (16/12/2014) sore.
Korban tewas diperkirakan masih akan bertambah menyusul masih ada dugaan banyak warga yang tertimbun tanah di bagian Sumber.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan jumlah pengungsi saat ini mencapai 1.146 jiwa yang tersebar di 10 lokasi. Dia menyebutkan jumlah tersebut menurun dibandingkan hari sebelumnya yaitu dari 1.886 jiwa.
"Pengungsi yang telah pulang kembali ke rumahnya ini berasal dari desa sekitar lokasi kejadian, yang pada saat terjadi longsor mereka panik dan ikut mengungsi," katanya.
Sejauh ini, ujarnya, kebutuhan dasar pengungsi tercukupi. Namun demikian dia tetap menyebutkan sejumlah kebutuhan mendesak seperti bahan makanan, pakaian, pakaian anak, susu anak-anak, selimut, obat-obatan, sanitasi, dan sanitasi.
Sumber
Quote:
Belum selesai pencarian korban longsor di Banjarnegara, kemarin Senin, 16 Desember 2014 lokasi tersebut kembali diterjang air bah
BANJARNEGARA, KOMPAS.com - Lokasi bencana longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Banjarnegara diterjang air bah, Senin (16/12/2014) sore sekitar pukul 16.25 WIB. Air bah tersebut berasal dari cekungan air di atas tebing yang jebol menggenangi sebagian sungai di daerah tersebut.
Derasnya aliran air bah itu terjadi kurang lebih lima menit. Air tiba-tiba membesar dan bergerak cepat. Kejadian itu mengagetkan warga yang sedang melihat proses pencarian korban longsor.
Dalam kejadian tersebut, sebuah rumah putih milik Fatimah lolos dari terjangan air bah. Padahal rumah tersebut berada di bawah tebing yang dilewati air bah itu. Air bah kemudian meluncur deras ke aliran sungai dan menyebar ke lokasi longsor.
Kepala Balai Wilayah Bina Marga Wonosobo Nur Cahyo Widodo membenarkan kejadian tersebut. Menurut Nur, air bah itu akibat jebolnya cekungan yang dulunya berupa rawa-rawa.
"Itu air yang dulunya dari rawa. Air itu jebol kemudian menggenangi aliran sungai, termasuk rumah satu-satunya tersebut (rumah Fatimah)," kata Widodo, Selasa (16/12/2014) malam.
Cekungan itu jebol karena tak kuat menahan air dari hujan deras sepanjang siang hingga sore hari. Hujan lebat di lokasi longsor terjadi dua kali dalam sehari, yakni pada puku 11.30 siang dan 15.30 WIB. Hujan memaksa operasi pencarian korban sementara dihentikan.
Pukul 16.00 WIB, lanjut Nur, hujan deras berganti gerimis. Saat itulah air bah menerjang sebagian bekas dusun Jemblung tersebut. Hujan deras pun kini masih menggugur wilayah Karangkobar.
Untung saja, kata Widodo, sebagian relawan sudah mulai meninggalkan lokasi, sehingga air bah itu tidak menimbulkan korban jiwa. Warga yang sempat melihat kejadian tersebut sudah diminta meninggalkan lokasi. Alat-alat berat yang digunakan juga dikeluarkan dari lokasi.
Sementara itu, Kapolres Banjarnegara AKBP Wika Hardianto menyatakan pihaknya akan melarang masyarakat menonton proses pencarian korban di lokasi longsor. Dia khawatir kejadian serupa terulang sehingga membahayakan nyawa mereka.
"Kita nanti akan tutup (lokasi longsor) bagi warga karena bahaya. Pelarangan itu juga akan membantu tim dalam mengevakuasi korban jiwa yang masih belum ditemukan," ujar mantan Kasat Reskrim Polrestabes Semarang ini.
Sumber
Quote:
"Warga beralasan, alat tersebut cuma bikin deg-degan,"
KOMPAS.com - Sistem peringatan dini bencana tanpa kesadaran warga akan kepentingannya tidak akan mampu mengurangi risiko bencana. Malah, sistem peringatan dini bisa dituding sebagai perangkat yang hanya bisa menakut-nakuti.
Contoh nyata hal terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah, terkait bencana longsor yang berulang kali terjadi di wilayah itu. Sistem peringatan dini longsor sudah dipasang di beberapa wilayah namun warga menganggapnya tidak membantu.
"Warga beralasan, alat tersebut cuma bikin deg-degan," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam konferensi pers, Senin (15/12/2014).
Warga menganggap sistem peringatan dini membuat deg-degan karena seringkali ketika sirene berbunyi, longsor tidak terjadi. Sutopo menerangkan, warga beranggapan bahwa setiap sirene berbunyi seharusnya longsor memang benar-benar terjadi.
Akibat menganggapnya tak membantu, banyak sistem peringatan dini longsor berubah fungsi. "Ada yang roboh, jadi tempat jemuran, dan ada yang dipakai untuk mengikat hewan ternak,"ujar Sutopo.
Peneliti sosiologi bencana Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Irina Rafliana, mengatakan, hal itu mencerminkan warga belum memiliki pemahaman tentang peran sistem peringatan dini."Tapi kita juga tidak bisa menganggap bahwa warga apatis," katanya.
Menurutnya, masalah itu muncul sebab ada yang terlewat dalam pengenalan dan pengawasan sistem peringatan dini. Pengenalan tidak mempertimbangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya alat, fungsi, dan penjagaannya.
"Kita datang dengan pikiran bahwa alat itu berguna untuk kepentingan masyarakat. Tetapi apakah masyarakat menyadari pentingnya alat itu," imbuh Koordinator Pendidikan Publik dan Kesiapsiagaan Masyarakat LIPI ini.
Niat baik memperkenalkan sistem peringatan dini bencana, bagaimana pun, adalah intervensi pada sistem sosial masyarakat setempat. Pihak yang mengenalkan seharusnya melihat apakah intervensi itu diterima oleh warga.
Melakukan pengukuran pemahaman masyarakat tentang risiko bencana serta peran sistem peringatan dini, kata Irina, perlu jeli. Bila tidak, pengukuran terjebak pada permukaan dan tidak mampu memperlihatkan kenyataan yang sebenarnya.
"Sebagai contoh tahun 2006 ada survei bahwa warga Padang punya kesiapan lebih tinggi terhadap bencana gempa. Tetapi pada gempa tahun 2009 kesiapsiagaan itu tidak bisa ditunjukkan," ungkapnya kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2014).
Irina mengungkapkan, seharusnya bisa dilihat, sejauh mana bencana, sejarah peristiwanya, dan sistem peringatan dini diperbincangkan di tingkat warga. Hal itu bisa membantu mengukur pemahaman warga.
Sutopo mengatakan pentingnya pendekatan budaya untuk mengurangi risiko bencana. Namun, ia juga menuturkan pentingnya dukungan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang selama ini terbatas dalam dana dan sumber daya manusia.
Sumber
Dibalik musibah pasti punya cerita. Simak deh 3 Kisah Heroik Di Balik Bencana Banjarnegara.
Ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil dari bencana longsor di Banjarnegara, Gan. Yaa, memang enggak ada yang bisa tau apa yang akan terjadi satu detik kedepan, tapi kita harus tetap waspada dan berhati-hati atas semua kejadian, musibah, atau apapun yang terjadi.
Terakhir, yuk sama-sama kita doakan agar para korban longsor Banjarnegara ini diberikan kesabaran dan ketabahan ya gan! Buat yang punya rejeki lebih, boleh loh mengirimkan bantuan seperti pakaian, selimut, atau makanan.
sumber
0 komentar:
Post a Comment