Pada tahun 1880, pada saat sebagian besar orang-orang Eropa tidak diberikan akses untuk mengambil gambar di dalam rumah-rumah Jepang, seorang fotografer Italia berhasil menangkap banyak gambar Jepang di masa lalu. Sebagian Foto-foto Farsari diwarnai dengan menggunakan tangan yang menampilkan gambaran indah tentang Jepang di masa lalu.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Meskipun sebagian besar foto-foto Farsari adalah orang-orang Jepang yang sedang berpose, mereka mampu memberikan pemahaman yang berharga tentang nilai-nilai kearifan lokal Jepang melalui pakaian yang mereka kenakan. Berbasis di kota Yokohama, Farsari memiliki perjalanan yang cukup unik. Ia pertama kali memulai karirnya sebagai seorang tentara dan bertugas di Angkatan Darat pasukan Union pada saat perang saudara Amerika. Mungkin foto prajurit Jepang dengan pakaian armor menceminkan minat Farsari di militer.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Farsari merupakan fotografer komersial, gaya dan komposisi pada foto-fotonya dirancang untuk dijual kembali kepada turis-turis asing yang datang ke Jepang. Foto-foto landscape nya mampu menggambarkan romantisme dan keindahan Jepang yang banyak diminati pada saat itu. Foto-foto Farsari beberapa menggambarkan tentang ide-idenya mengenai kesetaraan. Perempuan digambarkan dalam posisi yang sama dengan pria dan tidak berada dalam posisi tunduk.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Pada tahun 1885 ia mengajak seorang Jepang Tamamura Kozaburo untuk mendirikan sebuah studio foto. Bersama-sama keduanya membeli sebuah studio yang ada saat itu, Japan Photographic Association. Namun dalam beberapa tahun ke depan terjadi perselisihan diantara mereka dan memutuskan untuk bersaing satu sama lain.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Kamera yang digunakan Farsari tidak memiliki kecepatan rana tinggi seperti pada kamera saat ini. Terkadang beberapa foto-fotonya tampak kabur. Hal ini dapat dipahami betapa sulitnya mengambil gambar dengan menggunakan kamera yang ada pada saat itu. Pada tahun 1886 Farsari dan Tong Cheong (fotografer dari China) adalah fotografer komersial non Jepang yang bekerja di negara tersebut. Pada tahun 1887, Farsari adalah fotografer komersial non Jepang satu-satunya.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Selama bertahun-tahun foto-fotonya tersebar secara luas melalui berbagai media – sebagian besar adalah buku, majalah dan panduan wisata. Salah satu fotonya, serang perempuan yang sedang duduk diatas kendaraan menyerupai becak, namun ditarik oleh manusia menjadi terkenal dan diproduksi ulang di seluruh dunia dalam bentuk patung dan lukisan.
Photograph via Wikimedia Commons
Photograph via Wikimedia Commons
Beberapa foto-fotonya menjadi inspirasi bagi para seniman. Seperti foto pemandangan Shijo-dori, Kyoto diatas. Gambar ini diambil pada tahun 1886 dan telah menjadi inspirasi bagi pelukis Perancis Jules Dumoulin pada tahun 1888, dengan menambahkan beberapa sentuhan.
Photograph via Steyeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Reputasi Farsari pada saat itu bisa dikatakan tidak tertandingi. Pada tahun 1886, beberapa negatif film-filmnya sempat terbakar oleh api misterius. Kemudian Farsari memulai tur nya selama setengah tahun, berkeliling Jepang dan mengumpulkan kembali stok foto serta membuka kembali studionya. Pada saat ia meninggalkan Jepang di tahun 1890, ia telah mengumpulkan lebih dari seribu foto.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Mengapa Farsari menjadi sangat istimewa? Salah satunya telah dipaparkan dalam tulisan diatas, ia adalah satu-satunya fotografer asing komersil di Jepang. Apa yang membuatnya sangat menonjol adalah standar teknis yang tinggi pada saat itu. Bahkan teknik fotografinya telah mempengaruhi perkembangan dunia fotografi sebagai salah satu bentuk seni di Jepang.
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Wikimedia Commons
Photograph via Styeb on Flickr
Meskipun foto-fotonya dapat dibeli secara terpisah, Farsari menyadari bahwa uang sesungguhnya datang dari pembuatan album foto. Ia mulai mencetak foto-fotonya (hitam putih) dan kemudian diwarnai dengan tangan oleh seniman-seniman lokal Jepang. Foto-foto tersebut kemudian dipasang dalam sebuah album dengan dekorasi dari daun dan dijual dengan harga yang tinggi kepada kolektor foto.
Photograph via Styeb on Flickr
Farsari banyak menjual foto-fotonya kepada turis-turis Eropa dan Amerika dan beberapa orang asing yang sedang berada di Jepang. Foto-foto Farsari berharga sangat mahal dan hanya orang-orang tertentu saja yang mampu membelinya. Pada tahun 1889 Farsari memutuskan untuk meninggalkan Jepang dan kembali ke Italia dan mendapatkan kembali status kewarganegaraannya (ia telah melepaskan status kewarganegaraanya ketika memutuskan pergi ke Amerika untuk berperang di perang sipil)
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Photograph via Styeb on Flickr
Studio foto yang telah ia tinggalkan tetap berjalan, meskipun tanpa Farsari. Manajer Studio pada saat itu, Tookura Tsunetaro mengambil alih bisnis. Beberapa catatan menunjukkan bisnis foto berjalan hingga tahun 1917. Pada tahun 1923, terjadilah gempa dahsyat yang menghancurkan sebagian besar kota Yokohama termasuk studio yang telah dirintis oleh Farsari. Meskipun demikian, foto-foto Farsari telah menjadi bukti eksistensinya dan ia akan selalu dikenal sebagai Pria Dibalik Foto-Foto Jepang Tempo Dulu.
sumber
0 komentar:
Post a Comment