Kalahnya Sang Predator

 

Di bibir dermaga Pelabuhan Pendaratan Ikan Muncar, Banyuwangi, Jawa timur, puluhan warga sabar menunggu. Pandangan mata mereka terus mengawasi dua kapal yag baru lempar jangkar, Senin ( 26/11 ).

 

Tidak seperti kebanyakan kapal yang tiba membawa tongkol, tuna, makarel, layur, kapal tersebut membawa tangkapan berupa ikan hiu. Hiu ukuran besar dengan bobot 400 kilogram akan menjadi objek wisata warga yang sedang berkunjung ke Muncar.

 

 

Kuli-kuli angkut sigap menyambut dan mengangkutnya ke tempat penjualan. ikan tersebut diambil dari perairan Kalimantan hingga Sulawesi dalam perburuan yang dilakukan selama dua belas hari.

 

Setelah ditimbang, hiu tersebut diletakkan di lantai. Di jejerkan rapi untuk memudahkan proses pengambilan sirip. Hiu tersebut ditangkap untuk berbagai alasan. dari kuliner hingga medis.

 

 

Di bidang kesehatan, ilmuwan berusaha menghubungkan protein dan mineral yang ada di tulang rawan sirip hiu. Sirip dan moncong hiu yang terbuat dari tulang rawan diketahui memiliki ketahanan yang kuat terhadap infeksi serta kekebalan terhadap kanker.

 

Hal itulah yang membuat posisi ikan hiu yang merupakan salah satu predator puncak dilautan terus terdesak sehingga terancam punah di bumi. Sejumlah gerakan menolak perburuan hiu yang gencar dilakukan secara global membuat sejumlah negara mengambil kebijakan untuk melarang jual-beli hiu terutama siripnya.

 

 

"Dulu, saat belum banyak larangan penjualan sirip hiu,, harga mencapai Rp 1,8 juta per kilogram. Kini hanya Rp 800.000," kata Rahman, pekerja di pelabuhan pendaratan ikan.

 

Ada pembeli yang hannya mengambil sirip, ada juga tubuh beserta organ dalamnya. Yang pasti, semua bagian laku dijual.

 

Tanpa peraturan yang jelas ataupun pelarangan, predator utama dilautan yang telah hidup sejak masa purba itu mungkin kelak hanya akan dilihat dan dipelajari melalui literatur-literatur ilmu kelautan.

 

 

Sumber