Nasib Edward Snowden, pembocor rahasia intelijen AS, tidak menentu. Dalam beberapa pekan terakhir dia terjebak di bandara internasional Moskow, Rusia, setelah paspornya dicabut pihak berwenang Amerika Serikat. Sialnya lagi, banyak negara tak mau menerima dia akibat tekanan Washington.
Kini, Snowden kian terdesak setelah Rusia mendesak dia menentukan pilihan: memohon suaka resmi ke pemerintah Rusia, atau segera tinggalkan bandara. Kesabaran Presiden Rusia, Vladimir Putin, makin tipis setelah Snowden belum juga menentukan sikap.
Putin menilai Snowden kini sudah terjebak di bandara internasional Sheremetevo. Bagi Putin, ini adalah ulah AS. Washington sudah mencabut paspor Snowden sejak akhir Juni lalu. Selain paspor Amerikanya tidak lagi berlaku, Snowden pun pun belum punya izin tinggal (visa) di negara manapun, termasuk Rusia.
"AS telah mengancam negara-negara lain. Tidak ada yang mau menerima dia (Snowden), sehingga mereka menjebak dia di negeri kita," kata Putin seperti dikutip kantor berita Rusia, RIA Novosti.
Ditanya wartawan, bagaimana masa depan Snowden, Putin pun masa bodoh. "Mana saya tahu? Itu kan urusan dia... Dia datang tanpa diundang dan negara kami bukan tujuan akhir dia," kata Putin seperti dikutip BBC.
Sejak datang dari Hong Kong, pria 30 tahun itu dikabarkan tinggal di suatu hotel - yang berada di zona transit internasional Bandara Sheremetevo. Snowden pun sadar dia kini tengah terlunta-lunta. "Baru sebulan lalu saya masih tinggal dengan keluarga di rumah yang merupakan surga," kata Snowden kepada media lokal Rusia, yang juga dikutip kantor berita Reuters .
Mirip film
Drama Snowden di bandara Moskow ini sekilas mirip dengan suatu film laris Hollywood garapan Steven Spielberg, The Terminal. Film yang dibintangi Tom Hanks itu berkisah ihwal seorang pria yang terjebak di terminal transit bandar udara internasional di Kota New York setelah ditolak masuk ke wilayah AS oleh petugas imigrasi. Di saat yang sama, dia tidak bisa kembali ke negaranya karena tengah berkecamuk konflik.
Film Terminal sendiri terinspirasi dari suatu kisah nyata yang dialami seorang warga Iran bernama Mehran Karimi Nasseri. Dia sempat tinggal di terminal
transit Bandar Udara Internasional Charles de Gaulle selama 1988 hingga 2006 lantaran dokumen perjalanannya dianggap bermasalah. Itu yang menyebabkan Nasseri terjebak di bandara, tidak bisa pergi ke negara lain maupun tidak boleh masuk ke Prancis.
Nasib Snowden sebenarnya lebih beruntung dari cerita fiktif Tom Hanks maupun kisah pilu Nasseri. Walau berstatus buronan oleh aparat hukum AS, yang ingin mengadilinya untuk kasus spionase dan pencurian data, Snowden mendapat tawaran suaka dari beberapa negara Amerika Latin dan juga dari Rusia. Namun, Snowden masih belum memutuskan.
Mantan pegawai dua lembaga intelijen dan keamanan top AS, CIA dan NSA, Snowden menjadi sorotan dunia sejak Juni lalu setelah melalui media massa
mengungkapkan program penyadapan pemerintahnya secara massal lewat Internet, bahkan melibatkan jaringan media sosial yang populer digunakan publik. (Baca soal skandal ini di SOROT: Awas, Internet Anda Diintai Amerika )
Snowden akhirnya menjadi buruan pihak keamanan AS, yang mendakwanya atas kasus spionase dan pencurian properti pemerintah. Dia kabur dari Hawaii ke Hong Kong, dan tinggal di sana selama beberapa hari sebelum akhirnya pindah ke bandara internasional Rusia, Sheremetevo, di Kota Moskow sejak 23 Juni 2013.
Sorotan akhirnya mengarah ke Rusia. Apalagi belum diketahui kemana tujuan Snowden selanjutnya, apakah pergi ke tempat lain, atau tetap di bandara Moskow.
Selama di bandara, Snowden tinggal di zona transit internasional. Itu merupakan zona netral, sehingga Rusia beralasan belum bisa menindak Snowden karena belum melewati pos imigrasi sehingga dianggap belum berada di wilayah hukum Rusia.
" Well , posisi kami sederhana saja, yaitu mematuhi peraturan internasional terkait status hukum seseorang di suatu bandar udara internasional. Oleh karena itu, pemerintah kami saat ini tidak dapat berbuat banyak terhadap seseorang yang masih berada di zona internasional dan ingin meneruskan penerbangan lanjutan," kata Wakil Menteri Telekomunikasi dan Media Massa Rusia, Aleksey Volin, kepada VIVAnews di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sampai kini yang bersangkutan belum mengajukan secara resmi permohonan suaka kepada pemerintah Rusia. "Oleh karena itu kami tidak bisa membicarakan soal pengajuan suaka ini sampai yang bersangkutan memintanya, Volin menambahkan.
Snowden sebenarnya sudah diberi tawaran oleh Rusia untuk mengajukan suaka politik agar dia bisa dilindungi dari buruan aparat AS. Namun, Presiden Putin mengajukan suatu syarat, bila sudah diberi suaka Snowden tak boleh lagi membocorkan informasi rahasia yang bisa menjatuhkan reputasi AS.
"Kami punya hubungan tertentu dengan AS dan kami tidak ingin dia merusak hubungan itu dengan aktivitasnya," kata Putin seperti dikutip Reuters . Entah karena syarat itu, Snowden hingga awal pekan ini belum juga mengajukan suaka ke Rusia.
Menurut stasiun berita BBC, warga Amerika itu sebenarnya sudah meminta suaka ke 21 negara. Namun sebagian besar menolaknya, kemungkinan akibat lobi pemerintah AS. Dia dikabarkan mendapat tawaran suaka oleh sejumlah pemerintah negara Amerika Latin, seperti Venezuela, Bolivia, dan Nikaragua, namun tawaran itu belum bersambut.
Pada Jumat pekan lalu, kepada sejumlah aktivis HAM dan pengacara yang menemuinya di bandara, Snowden mengatakan bahwa mulai berpikir untuk mengajukan suaka ke Rusia. Namun, dia hanya ingin tinggal sementara di negara itu sambil menunggu waktu yang tepat ke Amerika Latin.
Bukan pertama
Ternyata Snowden bukanlah orang pertama yang berhari-hari menetap di Sheremetevo. Harian The Wall Street Journal mencatat ada seorang perempuan asal Iran bersama dua anaknya yang masih kecil pernah menghabiskan waktu hampir 10 bulan di zona transit bandara itu pada 2006.
Zahra Kamalfar bersama dua anaknya saat itu menempuh penerbangan jauh dari Iran menuju Kanada. Dia harus singgah di sejumlah bandara, termasuk di Moskow. Namun, karena masalah imigrasi, saat di Jerman mereka dilarang melanjutkan penerbangan , dan dibawa kembali ke bandara sebelumnya, yaitu Sheremetevo.
Selama berbulan-bulan di bandara itu, Zahra dan kedua anaknya mengandalkan belas kasih para petugas setempat untuk mendapatkan makanan dan terpaksa mandi di sana. Kepada stasiun CNN, Zahra mengaku seorang putranya yang masih 10 tahun bernama Davood sempat belajar bahasa Rusia selama berbulan-bulan di bandara.
"Hidup di situ sangat kerja. Kami tidak punya tempat untuk tidur, beristirahat atau mandi. Anak-anak bahkan tidak bisa melihat sinar matahari," kata Zahra. Mereka akhirnya diperbolehkan ke Kanada dan kini tinggal di Kota Vancouver.
Selain itu, laporan tahunan HAM 2010 yang disusun Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan bahwa 16 warga Somalia pencari suaka juga pernah tinggal di Sheremetevo, yaitu selama sembilan bulan. Demi mendapat makanan, mereka harus mengemis ke sesama penumpang, ungkap laporan AS itu.
Seperti banyak bandar udara berstatus internasional di mancanegara, zona transit di Bandara Sheremetevo dilengkapi dengan sejumlah restoran, dan toko bebas cukai. Terminal singgah internasional itu juga terdapat hotel kapsul, yaitu tempat menginap berukuran kecil cukup untuk tidur bagi penumpang yang harus menunggu penerbangan lanjutan dalam kurun waktu yang lama.
Bila tak bisa menginap di hotel kapsul karena tak punya cukup uang, para penumpang di zona transit internasional biasanya memanfaatkan bangku-bangku kosong untuk tidur. Namun, seorang penumpang mengaku bahwa zona transit di bandara Sheremetevo bukanlah tempat menyenangkan untuk berlama-lama.
"Betul-betul menyedihkan berada di sini. Saya baru singgah selama empat jam, tapi badan saya sudah pegal-pegal, dan kini merasa demam," kata Ruslan, seorang penumpang yang menunggu di zona transit internasional, seperti yang dikutip The Wall Street Journal . Mahasiswa fisika nuklir berusia 21 tahun tersebut saat itu sedang menunggu penerbangan menuju Lisbon, Portugal, setelah tiba dari Kota Novosibirsk.(np)
©VIVA.co.id
Posted by Wordmobi
0 komentar:
Post a Comment