Pesawat Cessna Grand Caravan yang membawa kami berbelok ke arah kanan di ketinggian beberapa ratus meter di atas permukaan laut saat melewati sebuah lapangan udara sederhana di pesisir Pantai Pangandaran, Ciamis Selatan. Sang pilot baru saja mengecek kondisi lintasan landasan sebelum melakukan pendaratan. Dari ketinggian tersebut, saya bisa melihat bahwa besarnya lapangan terbang yang kami tuju ini tidak seluas lapangan sepakbola dan tidak beraspal. Runway-nya pun tidak terlalu panjang.
Tak berapa lama kemudian, sang pilot melakukan approaching, lalu mendarat di atas tanah yang sebagian besar permukaannya diselimuti rumput-rumput pendek. Pesawat beregistrasi PK-BVI yang kami tumpangi langsung diparkir di depan sebuah bangunan kantor kecil bercat putih di pinggir lapangan.
Di dalam kantor tersebut terdapat kursi panjang dan meja, serta toilet. Saya menyempatkan diri untuk sekadar ngobrol dengan seorang staf kantor dan mendapat informasi bahwa lapangan terbang ini bernama Susi International One.
Sepuluh menit kemudian, kami beranjak meninggalkan kantor tadi menuju tempat kediaman Ibu Susi Pudjiastuti, CEO Susi Air, yang letaknya tak jauh dari Terminal Bus Pangandaran. Hanya 5 menit berkendara, sampailah kami di sebuah rumah bertingkat dan berhalaman luas yang dikelilingi empang-empang besar.
Setelah kira-kira setengah jam beristirahat di ruang serbaguna yang mirip restoran, akhirnya di empunya rumah, Susi Pudjiastuti, tiba bersama sang suami (Christian von Strombeck) dan beberapa sejawatnya. "Wawancaranya setelah makan siang saja ya," kata Susi kepada kami. Lalu ia terlibat percakapan serius dengan beberapa sejawatnya tadi seputar penerbangan yang baru saja mereka lakukan dengan helikopter Agusta Grand dalam upaya mencari bangkai pesawat Trike yang hilang di Gunung Wayang Pangalengan, Bandung, beberapa pekan lalu. Rupanya salah seorang kru pesawat tersebut—Noto Utomo—adalah kawan baik Susi. "Saya belum puas dengan pencarian tadi, jadi ingin melakukan pencarian lagi besok pagi supaya benar-benar puas meskipun nantinya harus kembali pulang tanpa hasil," tuturnya.
Selesai makan siang, dengan bahasa Inggrisnya yang fasih, Susi menyempatkan diri memberi kata sambutan dan wejangan kepada tujuh orang peserta training copilot yang sengaja dikumpulkannya hari itu. Berbagai macam hal ia sampaikan pada kesempatan itu, mulai dari kewajiban yang harus dilakukan peserta training hingga larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar.
Dengan hanya mendengarkan, banyak informasi yang kami dapatkan dari 'kuliah singkat' tersebut."Saya lebih suka berbicara dengan pilot-pilot asing karena bisa lebih langsung, tidak usah basa-basi, just straightforward. Pilot lokal belum tentu bisa menerima cara saya dalam berbicara tadi," tuturnya kepada kami saat session wawancara pada sore itu dimulai.
Mengapa Anda hanya fokus menggarap penerbangan di remote area?
Saya sangat senang bisa menyediakan layanan penerbangan bagi orang-orang yang tinggal di pelosok-pelosok yang pada dasarnya tidak bisa dilayani oleh maskapai-maskapai lain. Saya merasa bangga karena minimal bisa memudahkan orang-orang Kabupaten Malinor, Long Apung, atau Long Bawan di Kalimantan Timur yang ingin pergi ke Jakarta. Dengan begitu saya bisa menyatukan orang-orang tersebut dalam Indonesia dalam in a day. Jadi, orang-orang bisa mencapai ke mana saja, sudut mana saja, hanya dengan perjalanan selama satu hari. Itulah solusi yang kami tawarkan. Makanya filosofi maskapai kami adalah 'Your Air Transport Solution'.
Ada yang bilang jumlah pesawat charter milik Susi Air adalah yang terbesar di negeri ini. Tanggapan Anda?
Untuk jumlah pesawat khusus aircharter mungkin memang Susi Air yang terbesar. Makanya ada yang bilang bahwa kami ini nyamuk yang terbang ke mana-mana.
Pelayanan penerbangan tujuan ke mana yang paling terjauh?
Kalau dengan pesawat jenis Avanti, penerbangan charter-nya bisa ke Papua, Bangkok, atau Hong Kong, tapi berangkat dari Halim Perdanakusuma.
Benarkah gaji pilot-pilor asing Anda lebih besar daripada gaji pilot lokal?
Tidak benar. Gaji mereka sama semua. Kecuali pilot di Papua, ada perbedaan. Biasanya pilot yang masih baru saya tugaskan untuk menggarap rute-rute di Medan yang gampang-gampang. Rute di Papua medannya sulit, makanya gaji pilotnya lebih besar. Di sini, justru gaji copilot Indonesia yang lebih besar daripada copilot asing, karena copilot asing kebanyakan belum memiliki jam terbang, belum berpengalaman, sehingga belum ada harganya. Biasanya mereka di sini hanya memburu jam terbang. Kalau sudah jadi captain, barulah mereka mendapat gaji.
Gaji pilot-pilot di maskapai saya pun lebih kecil daripada gaji pilot-pilot di maskapai reguler. Besarnya gaji mereka tergantung jam terbang masing-masing, mulai dari yang hanya 300 dolar per bulan hingga 3.000 dolar per bulan. Makanya tidak ada orang Indonesia yang tertarik menjadi pilot di Susi Air. Mereka kebanyakan ingin lari ke airline berjadwal. Sebab, gaji copilotnya saja di sana bisa Rp 15 juta.
Benarkah di sekitar area kediaman Anda ini ada sekolah pilot?
Kami memang berencana membangun flying school tapi belum running. Kami baru membangun training center untuk internal pilot perusahaan sendiri yang prosesnya berlangsung selama satu bulan: dua minggu untuk ground school dan dua minggu untuk flight training.
Apakah Susi Air kekurangan pilot?
Ya, bandingkan saja, dari 800 pilot yang dibutuhkan semua airline di Indonesia, yang tersedia hanya 80 orang. Makanya saya mempekejakan pilot asing. Dulu kan sekolah penerbangan di Indonesia hancur semua gara-gara terkena krisis ekonomi. Jumlah pilot lokal kami hanya ada 4 orang. Tapi kalau sudah jadi kapten, mereka biasanya bakal kabur untuk bekerja di airline besar. Kan mimpinya semua pilot adalah bekerja sebagai pilot di maskapai-makapai besar. Kami ini sering dijadikan batu loncatan untuk menambah jam terbang mereka saja.
Anda setuju kalau pilot harus dihukum bila melakukan kesalahan, seperti yang dialami oleh pilot Marwoto dalam kasus kecelakaan pesawat Garuda?
Saya tidak tahu persis legal hukumnya. Tapi saya setuju kalau orang yang bersalah harus mendapat hukuman. Itu pun harus melewati investigasi yang jujur dan benar. Sebab, kalau tidak ada konsekuensi, nanti akan banyak pilot yang seenaknya sendiri. Saya pun mewanti-wanti pilot-pilot saya agar sangat berhati-hati. Bahkan saya bilang kepada mereka: 'daripada mencelakakan penumpang, lebih baik saya yang memotong kepala kamu duluan!
Semua pesawat kami diperlengkapi dengan alat yang bernama Blue Sky, yang dapat melakukan tracing any time, any day. Kalau ada kecelakaan, kami tahu mereka ada di mana. Jadi, untuk keselamatan, tidak ada barang yang mahal.
Anda pernah mengalami pengalaman buruk saat terbang?
Belum pernah. Sebenarnya saya lebih senang mengalami turbulensi daripada hampir bertabrakan di darat. Turbulensi merupakan hal yang biasa bagi saya. Malah anak-anak saya sangat senang kalau ada turbulensi. Dia bilang 'Hiuuuuu again.. again Pappy! Hahaha. Padahal waktu itu seorang kolonel angkatan udara yang kebetulan ikut terbang sudah ketakutan.
Berapa jumlah total armada Anda dan jenis apa yang termahal?
Pada tahun 2012 nanti jumlahnya minimal mencapai 50 unit dengan jumlah staf yang mencapai sudah hampir 500 orang. Armada yang termahal adalah Piaggio Avanti dan helikopter Agusta Grand. Harga Avanti yang bisa dikonversi, maksudnya yang bisa untuk medevac dan menjadi ambulans, hampir mencapai US$ 8 juta. Begitu juga harga helikopter Agusta Grand.
Bagaimana tentang maintenance pesawat Susi Air?
Semua ada schedule-nya. Semuanya dilakukan berdasarkan manufacture command-nya saja. Kalau diharuskan begini ya begini.
Berapa jumlah aset Anda sekarang?
Saya tidak tahu. Yang saya tahu adalah jumlah utang saya, jumlahnya mencapai 1 triliun. Harus bisa lunas dalam 15 tahun ke depan. Jadi, selama 15 tahun itu pula saya harus puasa. Hahaha!
Apa saja yang pernah Anda lakukan sehubungan dengan kegiatan sosial atau charity?
Saya tidak mau menceritakan hal itu. Tanyakan saja kepada staf saya. Karena kan kita tidak boleh bercerita kepada orang kalau kita baru saja beramal atau lain-lain. Kan tangan kiri tidak boleh tahu apa yang tangan kanan lakukan. Quote seperti itu harus berasal dari orang, bukan dari saya.
Apa kesibukan Anda selain mengurus perusahaan?
Saya sering menjadi dosen tamu di berbagai universitas dan perusahaan-perusahan besar dan berbicara sebagai entrepreneur, leader, dan lain sebagainya. Saya juga dipercaya sebagai Board of Directors di Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia bidang hubungan dalam negeri; serta menjadi Ketua Komisi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah pada KADIN.
Sekarang Anda lebih fokus ke bisnis yang mana? Bisnis ikan atau penerbangan?
Portofolio kami lebih besar ke penerbangan. Sebab, bisnis perikanan kan hancur karena kejadian tsunami di Pantai Selatan kemarin. Mungkin bisnis tersebut bisa bangkit lagi lima tahun ke depan nanti kalau karang-karangnya sudah pulih lagi.
Produk hasil laut Anda menyebar sampai ke luar negeri?
Memang pasar hasil laut kami 99,9 persen diekspor langsung ke Jepang, dan sebagaian besar adalah lobster. Lobsterlobster tersebut dikumpulkan dari mana-mana dari seluruh Indonesia. Lumbung lobster yang terbesar sekarang adalah Aceh karena Jawa masih belum pulih akibat tsunami kemarin.
Apa saja fasilitas yang ada di PT ASI Pudjiastuti Marine Product?
Di sini ada pabrik pengolahan, tempat penampungan lobster hidup, tempat pengepakan ikan, ruang pendingin untuk ikan-ikan yang akan diekspor, dan lain-lain. Jumlah pegawai saya di sini sekitar 600-an. Tapi sekarang sedang sepi karena memang belum musimnya sampai bulan September nanti. Jadi, para pegawai sekarang bekerja di kebun atau di bidang lainnya.
Rumah Anda ada di mana-mana. Anda betah tinggal di rumah yang mana?
Rumah saya ya di rumah ini dan yang ada di Papua. Rumah yang ada di Jakarta (Jalan Surabaya) adalah rumah sewaan. Bagitu juga yang ada di Medan dan Balikpapan. Saya sengaja membeli rumah di Papua karena perusahaan saya di sana sudah lumayan besar, dan kebetulan di sana ada banyak karyawan.
Apa yang melandasi Anda langsung bekerja saat putus sekolah dari SMA?
Saya tidak suka sekolah, makanya saya keluar. Lalu saya harus bekerja supaya tidak meminta uang terus kepada orang tua. Saya tidak mau terus-terusan meminta karena saya tidak mau diatur mereka. Dengan bekerja dan punya uang sendiri, saya jadi melakukan apa saja, termasuk bisa membeli rokok sendiri yang sudah saya lakukan sejak berumur 15 tahun.
Anda pernah berurusan dengan hukum?
Tahun 2005, saya sempat menjadi buronan polisi di Aceh gara-gara disangka menjadi penyelundup 5000 liter solar. Nama saya tertulis sebagai DPO di koran-koran. Padahal saya membeli dan membawa 250 jerigen solar itu dari Medan hanya untuk diberikan kepada para nelayan di Pulau Simeulue yang ingin kembali melaut. Solar-solar itu pun saya berikan secara cuma-cuma karena saya tahu mereka sudah tidak punya apa-apa lagi setelah tsunami. Akhirnya kasus saya itu ditangani oleh seorang pejabat di Kepolisian yang namanya Pak Kuntoro. Saya bilang kepada dia bahwa negara ini kok menjadi laknat? Saya mau membantu, tapi kok malah dijadikan buronan?
Komentar Anda tentang dunia penerbangan di Indonesia sekarang?
Kalau saya lihat, regulator sudah baik, mereka sangat akomodatif. Saya harap para pemainnya lebih profesional, jangan mau cari untung saja, tapi juga harus mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpang karena bisnis yang kita lakukan ini adalah service. Saya juga berharap pemerintah mempermudah proses investasi jangka panjang dengan pesawat-pesawat yang bagus dan baru supaya saat pintu globalisasi aviation dibuka nanti perusahaan aviation kita tidak diisi oleh perusahaan asing. Itu yang saya harapkan.
Tapi susahnya, di negeri ini, orang sukses bukannya dijadikan contoh. Yang ada malah difitnah dan dijelek-jelakkan. Misalnya, ada pihak yang tidak percaya kalau ada perempuan asal Pangandaran yang bisa memiliki uang banyak sehingga ada anggapan bahwa saya melakukan money laundering. Ketika saya jelaskan bahwa saya mendapat pinjaman dari bank, mereka justru mengatakan 'mana ada bank yang meminjamkan uang kepada bakul ikan? Malah ada yang mengatakan bahwa saya ini mata-mata asing karena pilot-pilotnya bule semua. Sekarang saya tanya, sebenarnya yang namanya nasionalis itu yang mana sih? Apakah yang bosnya orang Indonesia tapi buruhnya orang asing? Atau yang buruhnya orang Indonesia tapi bosnya orang asing? Yang mana yang nasionalis?
Jadi dulu Anda sering dipersulit?
Orang-orang pemegang kebijakan di negeri ini kan tidak suka memberi kemudahan dalam birokrasi. Padahal kalau saya dipermudah, mungkin bisnis saya bisa growing lebih besar lagi dan bisa memberi bantuan lebih luas lagi. Tapi karena saya harus struggle mengurusi birokrasi yang dipersulit, mulai dari daerah sampai pusat, akhirnya growing bisnis saya jadi terbatas. Kadang-kadang saya dipingpong, misalnya untuk minta izin ini harus ke sana dulu, harus ke sini dulu.
Apa hal yang memotivasi Anda sehingga bisa terus struggle?
Motivator terbesar saya adalah harus bisa membayar utang supaya tidak masuk penjara. What else can be worse than that? Di Indonesia ini, resiko bagi orang yang menjadi pengusaha sangatlah besar.
Anda ada rencana ke berkunjung ke luar negeri untuk urusan bisnis?
Saya berencana terbang ke Oshkosh. Di sana ada pameran dirgantara di Ohio. Sebanyak 10 ribu pesawat bakal berkumpul di sana. Tapi saya tidak ada rencana membeli pesawat, tapi hanya sekadar liburan bersama keluarga.
Anda sudah sukses sebagai pemasok ikan, sukses sebagai CEO Susi Air, memperoleh banyak penghargaan dari mana-mana, dan lain-lain. Apakah semua keinginan Anda sudah terpenuhi?
Belum. Utang saya belum lunas! Jadi, keinginan saya sekarang adalah melunasi utang. Setelah itu, saya ingin membuat semua orang bisa merasakan apa yang saya rasakan, misalnya bisa terbang ke mana saja, dihargai, dan dihormati orang-orang.
*** (Bonny Dwifriansyah, 2010)
0 komentar:
Post a Comment